Sulawesi Tenggara, 20 Juli 2025 – Sebuah pelayaran rutin menuju Kendari berubah menjadi peristiwa yang tak akan dilupakan oleh ratusan penumpang KM Barcelona V. Saat kapal sedang melaju di tengah laut, nyala api tiba-tiba muncul dari bagian mesin, menyebar dengan cepat, menelan badan kapal.
🆘 “Saya Tak Tahu Harus Apa, Akhirnya Lompat”
Panik merambat ke seluruh dek kapal. Asap tebal memenuhi udara, membuat banyak orang tak bisa bernapas lega. Beberapa penumpang langsung mengambil keputusan ekstrem: melompat ke laut tanpa pelampung.
“Api dari belakang makin mendekat, saya tidak bisa ke mana-mana. Saya gendong anak saya dan lompat saja,” ucap Andira, seorang ibu muda yang kini dirawat di posko evakuasi.
🚤 Aksi Cepat Penyelamat: Warga, Nelayan, dan SAR
Bantuan datang dari berbagai arah. Nelayan lokal yang berada tak jauh dari lokasi segera menghampiri, ikut membantu petugas SAR yang bergerak cepat setelah menerima sinyal darurat. Lebih dari 570 orang berhasil dievakuasi, namun tiga nyawa tidak tertolong, dan dua orang belum ditemukan hingga kini.
Sejumlah korban dibawa ke fasilitas medis karena mengalami luka bakar ringan, hipotermia, atau syok berat.
❗ Pertanyaan Tentang Keamanan dan Data Penumpang
Setelah proses penyelamatan, muncul persoalan serius: jumlah penumpang yang diselamatkan tidak cocok dengan data manifes kapal. Ini menandakan kemungkinan kelebihan muatan atau pencatatan yang ceroboh, yang seharusnya tidak boleh terjadi dalam sistem transportasi resmi.
🧭 Bukan Kecelakaan Pertama, Tapi Harusnya yang Terakhir
Banyak pihak menilai tragedi ini seharusnya bisa dicegah jika standar keamanan diterapkan dengan sungguh-sungguh. Minimnya pelampung, tidak adanya simulasi evakuasi, dan ketidaksiapan kru dalam kondisi darurat memperparah situasi.
“Kalau prosedur keselamatan dijalankan dengan benar, mungkin korban tidak sebanyak ini,” ujar seorang aktivis pelayaran dari Kendari.
💡 Harapan dari Tengah Laut
Meski tragedi meninggalkan duka mendalam, solidaritas warga pesisir menjadi cahaya di tengah kepanikan. Mereka tanpa ragu menyelamatkan penumpang yang terapung di laut, memberikan pakaian hangat, makanan, dan pelukan penguat bagi korban.
Tragedi ini adalah pukulan keras bagi sistem, tapi juga bukti bahwa kemanusiaan tak pernah padam, bahkan di tengah kobaran api.
Tinggalkan Balasan